Sekolah dan
Kepala Sekolah yang patut dicontoh
Judul : Totto Chan, Gadis Cilik Di
Jendela
Pengarang : Tetsuko Kuroyanagi
Peresensi : Siti Tridia Utami
Alih
bahasa : Widya Kirana
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 272 halaman
Terbit : September 2003(cetakan ke-3)
Totto-chan,
adalah anak kelas satu SD yang punya rasa ingin tahu yang besar. Guru-guru di
sekolahnya menganggap Totto nakal karena ulah-ulahnya yang aneh seperti suka
membuka ratusan kali tutup laci mejanya lalu menutupnya dengan cara dibanting, bahkan lebih suka
berdiri berjam-jam di depan jendela untuk
berbicara pada burung walet yang sedang bertengger di pohon daripada
memperhatikan gurunya yang sedang mengajar.
memperhatikan gurunya yang sedang mengajar.
Hingga
suatu ketika, Totto memanggil dan meminta pemusik jalanan untuk memainkan
sebuah lagu dari jendela kelasnya saat pelajaran sedang berlangsung. Akibatnya,
seisi kelas menjadi gaduh dan tidak terkendali sehingga membuat guru dan kepala
sekolahnya marah. Totto pun dikeluarkan dari sekolah.
Beruntunglah
Totto mempunyai ibu yang sangat bijak. Ibunya tidak memarahi Totto, akan tetapi
mencarikannya sekolah lain tanpa memberitahu Totto tentang penyebab sebenarnya
mengapa ia dikeluarkan dari sekolah.
Dari
sinilah kisah perjalanan Totto dengan sekolah barunya dimulai. SD itu bernama
Tomoe Gakuen. Sekolah ini menerapkan metode
belajar yang unik dan menyenangkan yang berbeda dengan sekolah-sekolah
formal. Kegiatan belajar saja dilakukan di gerbong-gerbong kereta tua yang
tidak terpakai, sehingga bisa merasakan sensasi belajar sambil melakukan
perjalanan naik kereta. Para murid di sekolah ini bebas menentukan dan memulai
pelajarannya dengan pelajaran apa yang ingin dipelajari hari ini. Tentu saja
kegiatan belajar mengajar menjadi sangat menyenangkan.
Totto
segera menemukan kebahagiaannya di sekolah barunya ini. Sang kepala
sekolah (Sosaku Kobayashi) juga jago
bermusik. Mr.Sosaku Kobayashi merupakan sosok yang menyayangi anak-anak. Dalam
proses belajar mengajar, ia menerapkan cara pengajaran yang memancing bakat
ilmiah para siswanya, membiarkan anak anak-anak itu tumbuh bersama irama alam
tanpa tekanan dan tuntutan pemaksaan
kehendak dari orang dewasa yang membuat anak-anak merasa tertekan untuk
mempelajari pelajaran yang tidak ia minati.
Suatu hari
sekolah Tomoe Gakuen kedatangan gerbong baru yang membuat Totto dan
teman-temannya gembira. Mereka bahkan menginap di sekolah dengan membawa bantal dan selimut sendiri. Akhirnya pada
waktu tengah malam datanglah gerbong baru yang mereka tunggu-tunggu.
Keadaan
menjadi sulit ketika perang dunia berlangsung dan bom-bom berjatuhan di Jepang.
Pada suatu
hari di tahun 1945, Tomoe Gakuen terbakar karena kejatuhan bom yang hampir
setiap hari dijatuhkan oleh tentara sekutu. Yang lebih mengharukan, Mr.
Kobayashi tetap tenang dan berkata “Sekolah seperti apa yang akan kita
bangun lagi?” tanyanya pada kedua putranya yang sedang menangis melihat
Tomoe terbakar.
Tak heran
jika Tetsuko (Totto-chan) menulis kecintaan
Mr. Kobayashi pada anak-anak dan ketulusannya dalam mengajar jauh lebih
kuat dari api yang membakar sekolahnya.
Totto-chan:
Gadis Cilik Di Jendela merupakan kisah nyata yang ditulis sendiri oleh
Totto-chan (nama kecil Tetsuko Kuroyanagi) berdasarkan pengalaman masa kecilnya
ketika bersekolah di ‘Tomoe Gakuen’.
Diterbitkan
pertama kali di Jepang pada tahun 1981 oleh
Kodansha International, Ltd. Di Indonesia buku ini diterbitkan pertama
kali tahun 2003 oleh Gramedia Pustaka Utama. Buku ini telah banyak
diterjemahkan kedalam banyak bahasa.
Dari
banyaknya kelebihan yang ada, sama seperti novel Tetsuko yang lainnya Totto-Chan’s
Cildren:A Goodwill Journey to the Children of the World, novel ini juga
memiliki kekurangan, salah satunya adalah terdapat kata-kata yang sulit
dimengerti berhubung keduanya adalah terjemahan, sehingga bila perlu kita harus
membaca berulang-ulang untuk dapat lebih memahaminya.
Buku ini
merupakan kesan Tetsuko tentang Mr. Sosaku Kobayashi[1893-1963] yang
mengajarkan sebuah metode pendidikan yang sebenarnya. Dimana siswa tetap senang
dengan pelajaran sekolah yang sesuai dengan bakat dan minat siswa tanpa
kekangan dari pihak sekolah.
Metode yang
tidak menitik beratkan kepada IQ dan nilai di atas kertas yang biasanya sering
mengabaikan EQ dan moralitas.
Buku ini
menampilkan karakteristik seorang guru dan kepala sekolah yang patut dicontoh
seperti guru yang adil, penyayang, dan bijaksana. Mengajarkan kita tentang arti
persahabatan yang sebenarnya tanpa memandang perbedaan. Buku ini juga
menampilkan sosok orang tua yang sabar menghadapi masalah yang dialami anaknya
dan tetap menyayangi anaknya yang berbeda dengan anak-anak sebayanya. Novel ini
sangat cocok dibaca berbagai kalangan usia.
Di Jepang
sendiri buku ini sudah menjadi bacaan wajib bagi para pelajar dan menjadi
kurikulum sekolah disana.
Hal yang
patut ditiru oleh Indonesia, terutama buat para insan yang berkecimpung di
dunia pendidikan terutama guru. Buku yang membuka mata dan memotivasi untuk mengajar dengan hati
dan belajar dari segala hal di sekeliling kita.
Mudah-Mudahan bermunculannya sekolah alam dan
sekolah-sekolah terpadu bisa menyediakan pendidikan seperti yang dialami
Totto-chan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar