Sabtu, 16 April 2016

Resensi novel Totto Chan: Gadis Cilik di Jendela – mimiSTU's Blog




Sekolah dan Kepala Sekolah yang patut dicontoh

Judul            : Totto Chan, Gadis Cilik Di Jendela
Pengarang    : Tetsuko Kuroyanagi
Peresensi      : Siti Tridia Utami
Alih bahasa  : Widya Kirana
Penerbit        : PT Gramedia Pustaka Utama
Halaman       : 272 halaman
Terbit            : September 2003(cetakan ke-3)

Totto-chan, adalah anak kelas satu SD yang punya rasa ingin tahu yang besar. Guru-guru di sekolahnya menganggap Totto nakal karena ulah-ulahnya yang aneh seperti suka membuka ratusan kali tutup laci mejanya lalu menutupnya  dengan cara dibanting, bahkan lebih suka berdiri berjam-jam di depan jendela untuk  berbicara pada burung walet yang sedang bertengger di pohon daripada
memperhatikan gurunya yang sedang mengajar.

Hingga suatu ketika, Totto memanggil dan meminta pemusik jalanan untuk memainkan sebuah lagu dari jendela kelasnya saat pelajaran sedang berlangsung. Akibatnya, seisi kelas menjadi gaduh dan tidak terkendali sehingga membuat guru dan kepala sekolahnya marah. Totto pun dikeluarkan dari sekolah.

Beruntunglah Totto mempunyai ibu yang sangat bijak. Ibunya tidak memarahi Totto, akan tetapi mencarikannya sekolah lain tanpa memberitahu Totto tentang penyebab sebenarnya mengapa ia dikeluarkan dari sekolah.

Dari sinilah kisah perjalanan Totto dengan sekolah barunya dimulai. SD itu bernama Tomoe Gakuen. Sekolah ini menerapkan metode  belajar yang unik dan menyenangkan yang berbeda dengan sekolah-sekolah formal. Kegiatan belajar saja dilakukan di gerbong-gerbong kereta tua yang tidak terpakai, sehingga bisa merasakan sensasi belajar sambil melakukan perjalanan naik kereta. Para murid di sekolah ini bebas menentukan dan memulai pelajarannya dengan pelajaran apa yang ingin dipelajari hari ini. Tentu saja kegiatan belajar mengajar menjadi sangat menyenangkan.

Totto segera menemukan kebahagiaannya di sekolah barunya ini. Sang kepala sekolah  (Sosaku Kobayashi) juga jago bermusik. Mr.Sosaku Kobayashi merupakan sosok yang menyayangi anak-anak. Dalam proses belajar mengajar, ia menerapkan cara pengajaran yang memancing bakat ilmiah para siswanya, membiarkan anak anak-anak itu tumbuh bersama irama alam tanpa tekanan dan tuntutan  pemaksaan kehendak dari orang dewasa yang membuat anak-anak merasa tertekan untuk mempelajari pelajaran yang tidak ia minati.

Suatu hari sekolah Tomoe Gakuen kedatangan gerbong baru yang membuat Totto dan teman-temannya gembira. Mereka bahkan menginap di sekolah dengan membawa  bantal dan selimut sendiri. Akhirnya pada waktu tengah malam datanglah gerbong baru yang mereka tunggu-tunggu.

Keadaan menjadi sulit ketika perang dunia berlangsung dan bom-bom berjatuhan di Jepang.
Pada suatu hari di tahun 1945, Tomoe Gakuen terbakar karena kejatuhan bom yang hampir setiap hari dijatuhkan oleh tentara sekutu. Yang lebih mengharukan, Mr. Kobayashi tetap tenang dan berkata “Sekolah seperti apa yang akan kita bangun lagi?” tanyanya pada kedua putranya yang sedang menangis melihat Tomoe terbakar.

Tak heran jika Tetsuko (Totto-chan) menulis kecintaan  Mr. Kobayashi pada anak-anak dan ketulusannya dalam mengajar jauh lebih kuat dari api yang membakar sekolahnya.


Totto-chan: Gadis Cilik Di Jendela merupakan kisah nyata yang ditulis sendiri oleh Totto-chan (nama kecil Tetsuko Kuroyanagi) berdasarkan pengalaman masa kecilnya ketika bersekolah di ‘Tomoe Gakuen’.
Diterbitkan pertama kali di Jepang pada tahun 1981 oleh  Kodansha International, Ltd. Di Indonesia buku ini diterbitkan pertama kali tahun 2003 oleh Gramedia Pustaka Utama. Buku ini telah banyak diterjemahkan kedalam banyak bahasa.

Dari banyaknya kelebihan yang ada, sama seperti novel Tetsuko yang lainnya Totto-Chan’s Cildren:A Goodwill Journey to the Children of the World, novel ini juga memiliki kekurangan, salah satunya adalah terdapat kata-kata yang sulit dimengerti berhubung keduanya adalah terjemahan, sehingga bila perlu kita harus membaca berulang-ulang untuk dapat lebih memahaminya.

Buku ini merupakan kesan Tetsuko tentang Mr. Sosaku Kobayashi[1893-1963] yang mengajarkan sebuah metode pendidikan yang sebenarnya. Dimana siswa tetap senang dengan pelajaran sekolah yang sesuai dengan bakat dan minat siswa tanpa kekangan dari pihak sekolah.
Metode yang tidak menitik beratkan kepada IQ dan nilai di atas kertas yang biasanya sering mengabaikan EQ dan moralitas.

Buku ini menampilkan karakteristik seorang guru dan kepala sekolah yang patut dicontoh seperti guru yang adil, penyayang, dan bijaksana. Mengajarkan kita tentang arti persahabatan yang sebenarnya tanpa memandang perbedaan. Buku ini juga menampilkan sosok orang tua yang sabar menghadapi masalah yang dialami anaknya dan tetap menyayangi anaknya yang berbeda dengan anak-anak sebayanya. Novel ini sangat cocok dibaca berbagai kalangan usia.

Di Jepang sendiri buku ini sudah menjadi bacaan wajib bagi para pelajar dan menjadi kurikulum sekolah disana.
Hal yang patut ditiru oleh Indonesia, terutama buat para insan yang berkecimpung di dunia pendidikan terutama guru. Buku yang membuka mata dan memotivasi untuk mengajar dengan hati dan belajar dari segala hal di sekeliling kita.
 Mudah-Mudahan bermunculannya sekolah alam dan sekolah-sekolah terpadu bisa menyediakan pendidikan seperti yang dialami Totto-chan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar